Ada
cerita menarik yang dialami langsung oleh Ust. Fadhlan (Tim Ruqyah
Majalah Ghoib) dengan seseorang yang mengaku sebagai ‘orang pintar’.
Orang tersebut mengaku punya kemampuan untuk menerawang atau tembus
pandang. Apabila melihat wanita yang ada di depannya, dia bisa melihat
apa saja yang dibalik bajunya (telanjang bulat). Bahkan bila ada orang
yang mandi di kamar mandi. Dia mengaku bisa melihat tubuh orang tersebut
dari balik tembok. Apa yang dialaminya itu dianggap aneh oleh
teman-temannya dan merupakan suatu kelainan. Maka dari itu ada temannya
yang menganjurkannya untuk melakukan terapi ruqyah. Dan dia disuruh
menghubungi Ust. Fadhlan, akhirnya dia menemui Ust. Fadhlan.
Setelah
tanya ke sana kemari, dia pun berhasil menemui Ust. Fadhlan. Di depan
Ust. Fadhlan. ‘orang pintar’ yang mengaku sempat tidak shalat lima waktu
selama empat bulan itu bercerita bahwa dirinya telah mencoba menerawang
dan mendeteksi keberadaan Ustad sebelum mendatanginya, tapi selalu
gagal, padahal biasanya selalu tembus dan berhasil. Berarti kali ini jin
yang ia miliki tidak bisa memberikan sinyal alias blank.
Itulah
kisah perhelatan anak manusia yang berkolaborasi dengan jin, untuk
menyibak hal-hal yang tidak tampak dar pandangan manusia biasa. Setiap
yang dibisikkan oleh jinnya selalu dipercaya, setiap apa yang
diperintahkannya selalu ditaati. Memang dalam realita praktik
perdukunan, di antara mereka ada yang berhasil atau apa yang diomongkan
si dukun cocok dengan fakta yang teriadi. Tapi banyak sekali yang gagal
dan menyimpang dari realita, seperti sepenggal kisah di atas. Kalau
begitu realitanya, benarkah imej masyarakat luas bahwa jin itu makhluk
ghaib yang mengetahui segala hal-hal yang ghaib? Marilah kita mencari
jawabannya dalam syari’at lslam.
Secara
umum jin itu seperti manusia, mereka tidak mengetahui hal yang ghaib
sebagaimana manusia. Kelemahan itu diakui sendiri oleh jin, “Dan
sesungguhnya kami tidak mengetahui apakah keburukan yang dikehendaki
bagi orang yang di bumi, ataukah Tuhan mereka menghendaki kebaikan bagi
mereka”. (QS.Al-Jin: 10).
Keghaiban
yang ada dalam kehidupan kita ada empat jenis, sebagian bisa diketahui
oleh jin dan manusia dengan usaha-usaha mereka, dan sebagian lain tidak
bisa dijangkau oleh mereka. Ragam dari keghaiban itu sebagai berikut:
1. Al-Ghaibul Maadhi
(Ghaib karena sudah berlalu), yaitu segala sesuatu atau kejadian yang
terjadi pada zaman dahulu, yang mana kita tidak hidup sezaman dengannya
sehingga kita tidak bisa melihat keberadaannya Sebenarnya keghaiban
jenis ini bukan suatu ghaib yang tidak bisa diindra, tetapi karena
keterbatasan indra kita untuk melihatnya dan karena berlalunya waktu,
akhirnya masuk kategori ghaib.
Keghaiban
jenis ini bisa ditembus oleh jin dan kroninya, ataupun manusia itu
sendiri. Misalnya, telah terjadi perang Diponegoro dan pasukannya
melawan penjajah Belanda. Bagi orang yang lahir setelah kemerdekaan
negeri ini 1945, perang Diponegoro adalah kejadian yang ghaib, karena
keladian itu terjadi beberapa tahun silam.
Kita
sebagai manusia yang lahir setelah Tahun 1945 bisa melihat kejadian
perang tersebut dengan melihat film documenter atau dengan membaca
sejarahnya. Kalau ada dukun yang lahir setelah tahun 1945 bercerita
tentang kejadian tahun 1900, jangan heran. Karena dia dapat informasi
tersebut dari jin perewangannya. Karena umur jin memang relatif lebih
lama bila dibanding umur manusia. Atau jin itu bertanya kepada jin-jin
seniornya yang dahulunya sebagai saksi hidup atas kejadian tahun 1900
tersebut. Atau bisa jadi dukun itu baca buku sejarah atau dapat cerita
turun temurun dari nenek moyangnya.
2. Al-Ghaibul Hadhir
(Ghaib yang terjadi sekarang), yaitu segala sesuatu yang ada atau
kejadian yang terjadi pada zaman sekarang tapi ghaib bagi kita. Karena
jauhnya keladian dari posisi kita atau karena pandangan kita terhalang
untuk bisa mengetahui kejadian itu.
Keghaiban
jenis ini bisa dijangkau oleh jin ataupun manusia. Misalnya, ada
seseorang yang datang ke dukun untuk mencari solusi dari permasalahan
hidup yang menghimpitnya (usaha ini dilarang oleh lslam). Begitu orang
itu masuk rumah dukun, si dukun langsung menebak dan membeberkan maksud
orang sebut sebelum orang berkata sepatah katapun.
Padahal
orang tadi rumahnya sangat jauh dengan tempat tinggalnya dukun, tapi
apa yang dikatakan dukun ternyata persis dan tidak melenceng. Janganlah
heran, karena jin piaraan dukun telah bertanya atau diberitahu oleh jin
qarin (pendamping) orang tersebut. Lalu dibisikkan ke telinga dukun, dan
dukupun nyerocos menebak maksud dari pasiennya yang datang.
Bisa
juga dengan cara yang sangat sederhana, yaitu dengan mencari informasi
dari orang orang bayaran yang telah disebarnya, yang bisa jadi orang
tersebut kerabat pasien itu sendiri. Apalagi pada zaman sekarang,
telepon rumah atau HP sudah banyak, bisa saja dukun itu telah dapat
informas dari para intel yang telah disebarnya seputar makud dari pasien
yang datang melalui telepon rumah atau HP nya.
Majafah
Ghoib juga pernah mendengar cerita seperti itu langsung dari mantan
korban tipu daya dukun yang ber sekongkol dengan kerabatnya sendiri.
3. Al-Ghaibul Istantaji
(Ghaib yang bisa diprediksi), yaitu suatu kejadian yang belum terjadi
tapi bisa diketahui hasilnya dari pengamatan dan analisa atas fenomena,
lalu ditarik kesimpulannya sesuai hukum sebab akibat.
Keghaiban
jenis ini juga bisa ditembus oleh jin, ataupun manusia biasa. Karena
keghaiban ini berkaitan erat dengan hukum alam sebab akibat yang sudah
diciptakan oleh Allah. Misalnya, orang yang normal kesehatannya dan pada
suatu malam dia tidak tidur semalam suntuk. Kemudian ada temannya
mensatakan. “Besok pagi kamu pasti ngantuk deh”. Setelah paginya datang,
ternyata orang tersebut ngantuk berat. Dalam hal ini bukan berarti
temannya tadi tahu sesuatu yang akan terjadi (ghaib), tapi itu adalah
hasil dari sebab yang ada, yang secara sunnatullah akan berakibat
seperti itu. Jadi, ngantuk yang akan dialami orang yang begadang
semalaman itu adalah hal yang ghaib, karena belum terjadi dan hasilnya
belum bisa dilihat oleh mata kita. Tapi setelah rasa ngantuk betul-betul
menyerang orang tersebut, maka terbuktilah apa yang diucapkan temannya
tadi. Walaupun bisa saja orang yang begadong tadi melakukan suatu
aktifitas atau minum ramuan tertentu yang bisa menahan rasa kantuk atau
menghilangkannya untuk mematahkan kesimpulan yang telah diambil olel
temannya.
Begitulah jenis ghaib yang satu ini, kesimpulan yang dihasilkan berdasarkan ghalabatidl dlan (perkiraan yang lazim terjadi) dan bukan berdasarkan atas kepastian yang harus terjadi atau tidak bisa dihindari.
Ketiga
jenis keghaiban diatas sering juga disebut dengan ghaib nisbi atau semu
dan relatif, karena sebenarnya tidak masuk dalam kategori ghaib. Hanya
karena keterbasan indra manusia saja, akhirnya manusia tidak bisa
menembus dimensi ruang dan waktu. Tapi dengan cara-cara tertentu manusia
terkadang bisa juga untuk mengetahui keghaiban yang nisbi, entah itu
densan menggunakan peralatan teknologi modern atau dengan cara mistik
dan sihir yang dilarang lslam. Apalagi jin, yang memang struktur
tubuhnya berbeda dengan manusia dan bisa bergerak cepat, lebih cepat
dari gerakan manusia. Maka sangatah mudah bagi mereka untuk menembus
tiga jenis keghaiban di atas.
4. Al-Ghoibul Muthlaq
(Ghaib yang benar-benar ghaib), atau sering juga disebut dengan Ghaib
Hakiki. Yaitu, sesuatu yang ada atau peristiwa yang betul-betul terjadi,
tapi panca indra kita tidak mampu menjangkau keberadaannya atau
menangkap kronologi kejadiannya. Misalnya, Allah itu ada, tapi panca
indra kita tidak pernah bisa melihat keberadaan-Nya. Manusia dengan alat
secanggih apapun tidak akan bisa melihat keberadaan Allah. Begitu juga
jin, dengan cara apapun mereka tidak akan bisa melihat Allah.
Keghaiban
jenis ini hanya diketahui oleh Allah, tidak ada seorang pun dari
makhluk-Nya yang bisa mengetahuinya kecuali para Rasul yang telah diberi
wahyu tentang keghaiban tersebut. Atau malaikat yang diberi amanah
untuk menyampaikan wahyu itu kepada para rasul-Nya.
Termasuk
keghaiban yang tidak diketahui jin adalah datangnya ajal pada
seseorang. Misalnya, kematian Nabi Sulaiman. Allah berfirman, “Maka
tatkala Kami telah menetapkan kematian Sulaiman tidak ada yang
menunjukkan kepada mereka kematiannya itu kecuali rayap yang memakan
tongkatnya. Maka tatkala ia telah tersungkur, jin baru mengetahuinya.
Kalau sekiranya mengetahui hal yang ghaib tentulah mereka tidak tetap
dalam siksa yang menghinakan." (QS. Saba’: 14).
Dalam
ayat tersebut dijelaskan bahwa jin tidak mengetahui hal yang ghaib
(datangnya ajal Nabi Sulaiman). Maka dari itu mereka tetap bekerja
sebagaimana yang diperintahkan Nabi Sulaiman. Mereka terus membangun
gedung-gedung yang tinggi, patung-patung dan piring-piring yang
(besarnya) seperti kolam dan periuk-periuk yang tetap (berada diatas
tungku), sebagaimana yang dijelaskan pada ayat sebelumnya. Padahal Nabi
Sulaiman telah mati dalam posisi berdiri dan bersandar pada tongkatnya.
Kondisi itu berlangsung hampir satu tahun lamanya.
Para jin itu baru mengetahui kematian Sulaiman, setelah rayap memakan tongkatnya kemudian Nabi Sulaiman jatuh
tersungkur. lnilah bukti konkrit atas ketidaktahuan jin terhadap hal
yang benar-benar ghaib. Tidak seperti yang dipropagandakan oleh jin
kepada manusia selama ini, sehingga banyak manusia yang mengira bahkan
berkeyakinan bahwa jin adalah makhluk ghaib yang mengetahui segala hal
yang ghaib. ltulah presepsi yang salah kaprah. Lihat Tafsir lbnu Katsir,
juz: 3, hal: 535.
Jadi,
kalau ada dukun yang berkolaborasi dengan jin. Lalu meramal kejadian
ghaib yang akan terjadi, dan kebetulan ramalan itu cocok. Berarti jin
itu telah mencuri keghaiban tersebut dari langit, kemudian dibisikkan ke
telinga si dukun. Aisyah pernah bercerita, “Ada orang-orang datang ke
Rasulullah dan bertanya tentang dukun-dukun. Rasulullah menjawab,
"Mereka itu tidak ada apa-apanya”. Lalu ada yang berkata, “Wahai
Rasulullah, sesungguhnya mereka kadangkadang memberitahu kepada kami
berita yang benar-benar terjadi.” Rasulullah menjawab, “Kalimat itu
bersumber dari kebenaran yang telah dicuri jin, kemudian disampaikan ke
telinga walinya (para dukun). Tapi jin telah mencampur kebenaran dengan
seratus kebohongan.” (HR. Bukhari).
Kalau
jin juga tidak mengetahui hal-hal yang ghaib seperti kita, kenapa kita
minta bantuannya untuk menyingkap misteri kehidupan ini? Dan kalau kita
mengetahui para dukun itu bekerjasama dengan jin, kenapa kita terus
mendatanginya? Kalau kita sadar bahwa kita ini sebagai umat Rasulullah,
kenapa kita masih mengikuti dukun yang notabene mereka adalah
utusan-utusan syetan di bumi ini.
Allah telah menegaskan dalam firman-Nya, “(Dialah
Allah) yang Maha Mengetahui yang ghaib, maka Dia tidak memperlihatkan
kepada seorang pun tentang yang ghaib itu, kecuali kepada rasul yang
diridhai-Nya.” (QS. Al-Jin: 26-27).
Al-Qur'an dalam ayat lain juga mengatakan, “Dan
Allah sekali-kali tidak akan memperlihatkan kepada kamu hal-hal yang
ghaib, akan tetapi Allah memilih siapa saja yang dikehendaki-Nya
diantara rasul-rasul-Nya. Karena itu berimanlah kepada Allah dan
rasul-rasul-Nya, dan jika kamu beriman dan bertaqwa maka bagimu pahala
yang besar” (QS. AIi lmran: 179).
Ghoib Ruqyah Syar’iyyah
Sumber : Majalah Ghainb Edisi 26/2
http://www.ghoibruqyah.com/index.php/Bahasan/Jin-Tahu-hal-yang-Ghaib.html